Mengandung si buah hati tentunya merupakan sesuatu hal yang sangat berbahagia. Hal inilah yang juga dirasakan oleh Ibu Lani, seorang ibu berusia 40 tahun yang baru saja dikaruniai dengan kehamilannya yang pertama setelah menikah selama 15 tahun.
Suatu pagi, di usia kehamilan Ibu Lani yang telah berjalan beberapa bulan, beliau tiba-tiba merasakan sakit kepala dan pusing, serta darah segar yang keluar dari hidungnya. Suaminya, Pak Andri, yang kebetulan sedang sarapan bareng dengan istrinya yang tercinta, langsung bergegas membawanya ke dokter untuk melakukan pemeriksaan.
Malang tak berbau, inilah yang dialami oleh pasangan suami istri tersebut. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, dokterpun akhirnya mendiagnosa Bu Lani dengan kanker tenggorokan. Berita buruk pun tidak hanya sampai di situ saja. Beliau diharuskan oleh dokter untuk menjalani pengobatan kemoterapi sesegera mungkin, karena kanker yang dialaminya akan menyebar dengan sangat cepat dan dapat mengancam nyawanya.
Masalahnya, kemoterapi yang dijalani, akan menghancurkan keajaiban yang sedang hidup di dalam kandungan Ibu Lani, sang buah hati yang telah ditunggu-tunggunya selama 15 tahun ini. Apabila Ibu Lani tetap ingin melanjutkan kehamilan tersebut, maka nyawanya akan menjadi taruhan.
Pasangan suami istri tersebut diharuskan untuk memilih salah satu dari dua opsi yang diberikan. Ini tentunya tidak mudah. Tanpa berpikir Panjang, sang ibu pun mengatakan kepada dokter bahwa ini hanyalah merupakan sebuah pengorbanan yang kecil dan tidaklah sulit untuk dilakukan.
3 bulan setelahnya, di suatu sore, ketiga pasangan suami istri ini sedang melihat perlengkapan bayi di sebuah mall, Bu Lani mendadak pingsan sehingga beliau dilarikan ke rumah sakit.
Setelah menjalani pemeriksaan, dokter pun menyimpulkan bahwa sel kanker telah menyebar ke batang otak Bu Lani. Keadaan kandungan Bu Lani pada saat itu juga mengalami komplikasi, dimana detak jantung janinnya mengalami kelemahan. Tindakan operasi Caesarpun dilakukan untuk menyelamatkan nyawa bayi tersebut.
Bayi mungil nan lucu tersebut akhirnya berhasil dilahirkan ke dunia dengan selamat meski dengan berat badan 1/3 dari berat badan bayi baru lahir pada umumnya. Kondisi inilah yang membuat si bayi yang bernama Budi ini ditempatkan di ruangan perawatan intensif neonatal.
Sang ibu masuk ke dalam keadaan koma, sehingga harus bertahan hidup dengan bantuan mesin ventilator dan serangkaian infus obat-obatan. Perasaan Pak Andri selaku seorang suami dan ayah pada saat ini sangatlah tidak karuan.
Sebulan setelahnya, keadaan Ibu Lani semakin parah, dokterpun memberitahukan kepada keluarga untuk bersiap-siap karena ada kemungkinan sang ibu tidak dapat hidup lama lagi.
Atas permohonan dari Pak Andri, maka Pak Andri menggendong Budi kepada ibunya. Dengan bantuan dari para perawat, Ibu Lani mengeluskan tangannya untuk menyentuh si buah hatinya untuk yang pertama sekaligus untuk yang terakhir kalinya.
Pertukaran nyawapun terjadi, sebuah nyawa dilahirkan di dunia ini dengan mempertaruhkan nyawa yang lain.
30 tahun pun berlalu, Budi telah berumah tangga dan telah dikaruniai dengan 2 orang anak. Pada suatu pagi, ketika dia sedang dalam perjalanan ke tempat kerjanya, Budi mendapatkan kabar dari RS kalau ayahnya, Pak Andri mengalami perdarahan di otak karena terjatuh di rumah.
Budi pun bergegas ke Rumah Sakit, oleh dokter yang merawat, ayahnya diharuskan untuk dilakukan Tindakan operasi serta kemungkinan sembuhnya sangatlah kecil mengingat usianya serta penyakit kencing manis yang telah dideritanya selama ini. Dokter pun mengatakan kalaupun operasinya sukses, ada kemungkinan ayahnya harus dirawat di ruangan ICU dalam jangka waktu yang sangat panjang dan membutuhkan biaya yang tentunya tidak sedikit.
Dua minggu setelah Budi memutuskan untuk tidak dilakukan Tindakan operasi terhadap ayahnya, sang ayah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.
Ketika di acara pemakaman ayahnya, paman dari Budi, Pak Ali, menghampiri Budi dan menyatakan kekecewaannya.
Pak Ali memberitahukan kepada Budi, 30 tahun yang lalu, ayah Budi sampai harus menjual rumah satu-satunya serta berhutang keliling pinggang hanya untuk bisa membayarkan semua tagihan rumah sakit selama 2 bulan. Beliau rela tidak makan selama 3 hari hanya untuk memastikan uang susu dirimu tetap tersedia. Bahkan ketika dokter mengatakan bahwa peluang hidupmu sangatlah kecil, beliau tetap bersikeras akan melakukan apapun supaya dirimu tetap bisa hidup.
Nyawapun ditukar dengan uang.
Mungkin disuatu saat nanti kita berada diposisi tersebut, sebelum semua terjadi pastikan Anda telah menyediakan asuransi Kesehatan untuk orang tua kita yang tercinta. Agar tidak ada lagi cerita tentang nyawa yang ditukar dengan uang.
Ditulis oleh:
𝗱𝗿. 𝗦𝘂𝘁𝗮𝗻𝘁𝗼 𝗧𝗮𝗻𝗮𝗸𝗮, 𝗤𝗙𝗘®, 𝗤𝗪𝗣®, 𝗔𝗘𝗣𝗣®, 𝗔𝗪𝗣
Wealth Preservation Specialist
Money Management Specialist
Prudential Premier Financial Advisor
WhatsApp +6287868131288